Monday, June 29, 2015

Oleokimia Dasar : Asam Lemak dan Gliserol

Asam lemak dan gliserol merupakan senyawa penyusun trigliserida pada lemak/minyak. Oleh karena itu, asam lemak dan gliserol dapat diperoleh dengan menghidrolisis trigliserida (fat splitting).
Reaksi air dengan minyak/lemak menyebabkan putusnya beberapa ikatan ester dari minyak/lemak. Reaksi ini dapat dipercepat dengan menggunakan suhu dan tekanan yang tinggi.
Menurut Austin (1984), hidrolisis minyak/lemak (fat splitting) dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu Twitchell, Batch Autoclave dan Continuous Countercurrent. Perbandingan ketiga metode tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perbandingan beberapa metode fat splitting

TWITCHELL
BATCH   AUTOCLAVE
CONTINUOUS COUNTERCURRENT
Temperatur, oC
100 - 105
150 - 175
240
250
Tekanan, MPag

5,2 - 10,0
2,9 - 3,1
4,1 - 4,9
Katalis
Alkyl-aryl sulfonic acids atau cycloaliphatic sulfonic acids
Zinc, calcium atau magnesium oxides,
1 – 2%
Tanpa katalis
Optional
Lama, jam
12 – 48
5 – 10
2 – 4
2 – 3
Sistem  operasi
Batch
Batch

Continuous
Terhidrolisa
85 – 95%
Diperoleh 5 – 15% larutan gliserol, tergantung banyaknya tahap dan jenis lemak
85 – 98%
Diperoleh 10 – 15% gliserol, tergantung banyaknya tahap dan jenis lemak
97 – 99%
Diperoleh 10 – 25% gliserol tergantung jenis lemak
Kelebihan
Temperatur dan tekanan yang digunakan rendah, dapat digunakan pada skala kecil, biaya awal rendah karena relatif sederhana dan peralatannya tidak mahal
Dapat digunakan pada skala kecil, biaya awal lebih rendah untuk skala kecil dibandingkan sistem continuous, lebih cepat dibandingkan Twitchell
Ruangan yang digunakan kecil, kualitas produk seragam, yield asamnya tinggi, konsentrasi gliserin tinggi, biaya tenaga kerja rendah, lebih akurat dan menggunakan kontrol otomatis, biaya tahunan lebih rendah.
Kekurangan
Perlu penanganan katalis, waktu reaksi lama, lemak kualitas rendah harus dimurnikan dulu dari asamnya untuk menghindari penghambatan katalis, konsumsi uap tinggi, asam yang terbentuk berwarna gelap, butuh lebih dari satu tahap untuk dapat yield dan konsentrasi gliserin yang tinggi, tidak dapat menggunakan kontrol otomatis, biaya tenaga kerja tinggi
Biaya awal tinggi, perlu penanganan katalis, reaksi lebih lama dibandingkan continuous, tidak dapat menggunakan kontrol otomatis, biaya tenaga kerja tinggi, butuh lebih dari satu tahap untuk mendapat yield dan konsentrasi gliserin yang tinggi
Biaya awal tinggi, Temperatur dan tekanan yang digunakan tinggi, memerlukan kemampuan operasi yang lebih baik

Menurut Gervasio (1996), selain tiga cara yang telah disebutkan di atas (Twitchell, Batch Autoclave dan Continuous Countercurrent) yang prinsipnya hidrolisis dengan suhu dan tekanan tinggi,  lemak dan minyak dapat dihidrolisis dengan bantuan enzim. Enzim pemecah lemak diperoleh dari Candida rugosa, Aspergillus niger dan Rhizopus arrhizu. Pemecahan lemak menggunakan enzim lipolitik membutuhkan biaya yang tinggi dan waktu reaksi yang lama sehingga tidak komersial.
Gliserol yang dihasilkan pada proses fat splitting ini berupa larutan yang mengandung gliserol 12% yang disebut juga dengan sweet water.  Untuk mendapatkan gliserol murni perlu dihilangkan komponen nongliserol dari larutan tersebut. Evaporasi dilakukan untuk mengurangi jumlah air sehingga konsentrasi larutan menjadi lebih tinggi (78%). Evaporasi hanya menghilangkan air, sedangkan komponen nongliserol lain seperti asam lemak (0,2%) masih terdapat dalam larutan tersebut. Untuk memisahkannya maka perlu ditambahkan sedikit caustik (senyawa basa) sehingga terjadi proses penyabunan (saponifikasi) dimana asam lemak akan berubah menjadi dalam bentuk garam sehingga ketika didestilasi komponen tidak terikut bersama gliserol. Selain asam lemak, komponen yang akan dihilangkan adalah warna. Oleh karena itu, dilanjutkan dengan proses bleaching, yaitu dengan menambahkan activated cachoa, yang memiliki pori-pori aktif yang dapat menyerap warna. Gliserol dapat juga di upgrade dengan proses pertukaran ion (ion-exchange) diikuti dengan evaporasi sehingga proses destilasi dapat ditiadakan, atau alternatif lain gliserol diekstrak dari larutan melalui pertukaran ion.
Dengan pemurnian gliserol di atas, akan diperoleh refined glyserol (99%). Diagram alir pemurnian gliserol dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Selain berasal dari proses fat splitting untuk memproduksi asam lemak, gliserol juga merupakan by product dari beberapa proses industri oleokimia yaitu saponification untuk memproduksi sabun serta transesterification untuk memproduksi biodiesel (ester asam lemak).

Referensi:
Austin, G. T. 1984. Shreve’s Chemical Process Industries. 5th Ed. McGraw-Hill Book Company. New York.Hartley, C.W. 1977. The Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq). 2nd Ed. Longman Group Limited. New York.
Buana, L., D. Siahaan dan S. Adiputra. 2003. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit dan Produk Turunannya. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
Gunstone, F.D. 2004. The Chemistry of Oils and Fats: Sources, Composition, Properties and Uses. Blackwill Publishing Ltd. Victoria.
Hambali, E., A. Suryani dan Yuslinawati. 2005. Prosiding Seminar Nasional Pemanfaatan Surfaktan Berbasis Minyak Sawit untuk Industri. Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi. LPPM-IPB. Bogor
Hui, Y.H. 1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products., 5th ed. Vol. 2, 3 & 4, Jhon Wiley & Sons, Inc., New York.
Ketaren S. 1986.  Pengantar Minyak dan Lemak Pangan. UI Press. Jakarta
Naibaho, P.M. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan.
Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Manajemen Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.
Poeloengan, Z., L. Buana dan Darnoko. 2000. Potensi Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit di Indonesia. WARTA Pusat Pengembangan Kelapa Sawit (PPKS). Vol. 8. Medan.
Salunkhe, D.K.. 1992.World Oil Seed: Chemistry Teknology and Utilization, AVI Book, New York. 


No comments:

Post a Comment