Asam lemak dan gliserol merupakan senyawa
penyusun trigliserida pada lemak/minyak. Oleh karena itu, asam lemak dan gliserol
dapat diperoleh dengan menghidrolisis trigliserida (fat splitting).
Reaksi air dengan minyak/lemak menyebabkan putusnya beberapa ikatan ester dari minyak/lemak. Reaksi ini dapat dipercepat dengan menggunakan suhu dan
tekanan yang tinggi. 
Menurut Austin (1984), hidrolisis minyak/lemak (fat
splitting) dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu Twitchell,
Batch Autoclave dan Continuous Countercurrent. Perbandingan ketiga metode
tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perbandingan beberapa metode fat splitting
|  | 
TWITCHELL | 
BATCH   AUTOCLAVE | 
CONTINUOUS
  COUNTERCURRENT | |
| 
Temperatur,
  oC | 
100 - 105 | 
150 - 175 | 
240 | 
250 | 
| 
Tekanan,
  MPag |  | 
5,2 - 10,0 | 
2,9 - 3,1 | 
4,1 - 4,9 | 
| 
Katalis | 
Alkyl-aryl
  sulfonic acids atau cycloaliphatic sulfonic acids | 
Zinc,
  calcium atau magnesium oxides,  
1 – 2% | 
Tanpa
  katalis | 
Optional | 
| 
Lama, jam | 
12 – 48 | 
5 – 10 | 
2 – 4  | 
2 – 3 | 
| 
Sistem  operasi | 
Batch | 
Batch |  | 
Continuous | 
| 
Terhidrolisa | 
85 – 95% 
Diperoleh
  5 – 15% larutan gliserol, tergantung banyaknya tahap dan jenis lemak | 
85 – 98% 
Diperoleh
  10 – 15% gliserol, tergantung banyaknya tahap dan jenis lemak | 
97 – 99% 
Diperoleh
  10 – 25% gliserol tergantung jenis lemak | |
| 
Kelebihan | 
Temperatur dan tekanan yang digunakan rendah, dapat digunakan pada
  skala kecil, biaya awal rendah karena relatif sederhana dan peralatannya
  tidak mahal | 
Dapat digunakan pada skala kecil, biaya awal lebih rendah untuk skala
  kecil dibandingkan sistem continuous, lebih cepat dibandingkan Twitchell | 
Ruangan yang digunakan kecil, kualitas produk seragam, yield asamnya
  tinggi, konsentrasi gliserin tinggi, biaya tenaga kerja rendah, lebih akurat
  dan menggunakan kontrol otomatis, biaya tahunan lebih rendah. | |
| 
Kekurangan | 
Perlu penanganan katalis, waktu reaksi lama, lemak kualitas rendah
  harus dimurnikan dulu dari asamnya untuk menghindari penghambatan katalis,
  konsumsi uap tinggi, asam yang terbentuk berwarna gelap, butuh lebih dari
  satu tahap untuk dapat yield dan konsentrasi gliserin yang tinggi, tidak
  dapat menggunakan kontrol otomatis, biaya tenaga kerja tinggi | 
Biaya awal tinggi, perlu penanganan katalis, reaksi lebih lama
  dibandingkan continuous, tidak dapat menggunakan kontrol otomatis, biaya
  tenaga kerja tinggi, butuh lebih dari satu tahap untuk mendapat yield dan
  konsentrasi gliserin yang tinggi | 
Biaya awal tinggi, Temperatur
  dan tekanan yang digunakan tinggi, memerlukan kemampuan operasi yang lebih
  baik | |
Menurut Gervasio (1996), selain tiga cara yang telah
disebutkan di atas (Twitchell, Batch Autoclave dan Continuous Countercurrent)
yang prinsipnya hidrolisis dengan suhu dan tekanan tinggi,  lemak dan minyak dapat dihidrolisis dengan
bantuan enzim. Enzim pemecah lemak diperoleh dari Candida rugosa, Aspergillus niger dan Rhizopus arrhizu. Pemecahan lemak menggunakan enzim lipolitik
membutuhkan biaya yang tinggi dan waktu reaksi yang lama sehingga tidak
komersial.
Gliserol yang dihasilkan pada proses fat splitting ini
berupa larutan yang mengandung gliserol 12% yang disebut juga dengan sweet water.  Untuk mendapatkan gliserol murni perlu
dihilangkan komponen nongliserol dari larutan tersebut. Evaporasi dilakukan
untuk mengurangi jumlah air sehingga konsentrasi larutan menjadi lebih tinggi
(78%). Evaporasi hanya menghilangkan air, sedangkan komponen nongliserol lain
seperti asam lemak (0,2%) masih terdapat dalam larutan tersebut. Untuk
memisahkannya maka perlu ditambahkan sedikit caustik (senyawa basa) sehingga
terjadi proses penyabunan (saponifikasi) dimana asam lemak akan berubah menjadi
dalam bentuk garam sehingga ketika didestilasi komponen tidak terikut bersama
gliserol. Selain asam lemak, komponen yang akan dihilangkan adalah warna. Oleh
karena itu, dilanjutkan dengan proses bleaching, yaitu dengan menambahkan activated cachoa, yang memiliki
pori-pori aktif yang dapat menyerap warna. Gliserol dapat juga di upgrade dengan proses pertukaran ion (ion-exchange) diikuti dengan evaporasi
sehingga proses destilasi dapat ditiadakan, atau alternatif lain gliserol
diekstrak dari larutan melalui pertukaran ion.
Dengan pemurnian gliserol di atas, akan diperoleh refined glyserol (99%). Diagram alir
pemurnian gliserol dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Selain berasal dari proses fat splitting untuk memproduksi asam lemak, gliserol juga merupakan by
product dari beberapa proses industri oleokimia yaitu saponification untuk memproduksi sabun serta transesterification untuk memproduksi
biodiesel (ester asam lemak).
Referensi:
Austin, G.
T. 1984. Shreve’s Chemical Process Industries. 5th Ed. McGraw-Hill
Book Company. New York New York 
Buana, L.,
D. Siahaan dan S. Adiputra. 2003. Teknologi
Pengolahan Kelapa Sawit dan Produk Turunannya. Pusat Penelitian Kelapa Sawit.
Medan.
Gunstone,
F.D. 2004. The Chemistry of Oils and Fats: Sources, Composition, Properties and
Uses. Blackwill Publishing Ltd. Victoria 
Hambali, E.,
A. Suryani dan Yuslinawati. 2005. Prosiding
Seminar Nasional Pemanfaatan Surfaktan Berbasis Minyak Sawit untuk Industri.
Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi. LPPM-IPB. Bogor
Hui, Y.H.
1996. Bailey’s Industrial Oil and Fat Products., 5th ed. Vol.
2, 3 & 4, Jhon Wiley & Sons, Inc., New York 
Ketaren S.
1986.  Pengantar Minyak dan Lemak Pangan.
UI Press. Jakarta 
Naibaho,
P.M. 1998. Teknologi Pengolahan Kelapa Sawit. Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Medan 
Pahan, I. 2006. Panduan Lengkap Kelapa Sawit, Manajemen
Agribisnis dari Hulu hingga Hilir. Penebar Swadaya. Jakarta.
Poeloengan, Z., L. Buana dan Darnoko. 2000. Potensi
Pengembangan Industri Hilir Kelapa Sawit di Indonesia. WARTA Pusat Pengembangan
Kelapa Sawit (PPKS). Vol. 8.
Medan.
Salunkhe, D.K..
1992.World Oil Seed: Chemistry Teknology and Utilization, AVI Book, New York 
 
No comments:
Post a Comment